Mualem Singgung Soal Bendera di Hari Damai Aceh

Zonamedia.co | Banda Aceh – Peringatan 17 tahun Damai Aceh berlangsung sukses dan lancar di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, Senin (15/8/2022).

Dalam acara tersebut, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Muzakir Manaf alias Mualem, mengultimatum warga Aceh di luar negeri yang tidak senang dengan terwujudnya perdamaian di Tanah Rencong.

“Kepada pihak-pihak yang tidak berpartisipasi dalam perdamaian ini, kebanyakan di luar negeri, pulang ke Aceh, jangan hanya cuap-cuap dari luar negeri,” tegas Mualem.

“Tidak sepakat terhadap apa yang kita sepakati di atas perdamaian, silakan pulang ke Aceh,” ucapnya yang diterjemahkan dari bahasa Aceh.

Acara tahunan itu dihadiri Wakil Menteri (Wamen) Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Raja Juli Antoni; Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kemendagri, Eko Prasetyanto; Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar; Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki; Ketua DPRA, Saiful Bahri alias Pon Yaya; Kapolda Aceh, Irjen Pol Drs Ahmad Haydar SH MM; Pangdam Iskandar Muda (IM), Mayjen TNI Mohamad Hasan; Kajati Aceh yang diwakili Asintel, Mohamad Rohmadi; Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Azhari Cage; dan sejumlah tamu undangan lainnya.

Bacaan Lainnya

Mualem menyatakan, bila ada yang masih kurang dalam implementasi perdamaian, maka semua pihak terkait harus duduk bersama untuk mencari penyelesaiannya.

“Orang-orang Aceh yang tidak senang dengan perdamaian, pulang ke Aceh.

Apa yang tidak senang sampaikan, kami masih ada di sini.

Ada Wali (Nanggroe), ada Abu Razak, ada Darwis Jeunieb, ada Aiyub dan lain sebagainya,” ungkap Mualem.

Dalam sambutannya, Mualem juga mengajak semua pihak di Aceh untuk menjaga perdamaian agar abadi.

MoU Helsinki sudah berusia 17 tahun.

Yang perlu kita ketahui semua adalah, perdamaian sudah kita lalui.

Saat ini, mengisi perdamaian sungguh lebih penting dan lebih bermakna dalam mengayomi perdamaian tersebut,” kata Mualem.

“Dan, kita tahu mengisi perdamaian adalah lebih penting dari pada perdamaian.

Karena kita ketahui, setiap perdamaian adalah akhir dari konflik berdarah, air mata, nyawa, dan sebagainya,” tambahnya.

Ketua DPA Partai Aceh ini juga mengajak semua pihak di Aceh untuk sama-sama mengisi perdamaian dengan serius.

Ia juga berharap semua pihak lebih fokus melakukan apa yang diperlukan untuk menguatkan perdamaian itu sendiri.

“Dalam momentum Hari Damai Aceh ini, kami harapkan kepada pemerintah untuk dapat menyelesaikan butir-butir MoU Helsinki secara menyeluruh, sehingga kita dapat merawat dan mempertahankan komitmen perdamaian yang sudah terjalin dengan baik,” harap Mualem.

Dalam kesempatan itu, Mualem juga menyinggung soal bendera.

“Insya Allah tidak lama lagi, tidak ada keributan lagi.

Mungkin bendera akan naik.

Dengan catatan revisi, insya Allah sudah kami pikirkan untuk kita kibarkan di Aceh,” ucapnya.

“Di kantor-kantor mulai saat ini, kita sudah dapat menyediakan dua tiang.

Satu panjang, satu pendek,” tambah Mualem.

“Perdamaian di Aceh akan kekal di hati selama-lamanya, insya Allah, mudah-mudahan,” tegas dia.

Ajakan untuk terus merawat perdamaian di Aceh juga disampaikan Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar.

Dalam sambutannya pada acara tersebut, Malik Mahmud mengungkapkan bahwa perjanjian damai untuk mengakhiri konflik antara Pemerintah RI dengan GAM yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 silam di Helsinki, Filandia, harus terus dijaga.

“Perdamaian ini akan terus dijaga, dirawat, dan diupayakan dengan segenap pikiran serta tenaga demi tercapainya semua kesepahaman yang sudah disepakati,” pesan Wali Nanggroe.

Begitu juga dalam proses perencanaan dan pembangunan Aceh, Malik Mahmud meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh selaku pihak kedua yang menandatangani MoU, untuk selalu mempedomani butir-butir yang terkandung di dalamnya.

Pada kesempatan itu, Wali Nanggroe juga menyinggung soal kemiskinan Aceh.

“Data yang dirilis Badan Pusat Statistik Aceh menyebutkan, pada tahun ini lebih dari 800.000 orang atau lebih 15 persen dari 5,3 juta penduduk Aceh yang masuk kategori miskin.

Ini sebenarnya amat memalukan bagi Aceh, yang mana dari zaman dulu dikenal sebagai daerah yang paling maju,” ujar Malik Mahmud.

Selama ini, menurutnya, ada yang salah dengan tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan Aceh.

Jika semua butir-butir MoU dan pasal-pasal dalam UUPA diimplementasikan secara maksimal, sambung dia, maka rakyat Aceh tidak akan masuk dalam kategori tersebut.

“Inilah yang harus dipahami oleh semua kalangan baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta dan khususnya oleh muda-mudi Aceh sebagai pewaris negeri,” ungkapnya.

Wali Nanggroe mengungkapkan, belum cukup dirasakan damai jika pergerakan ekonomi masih bergantung pada APBA dan dana otonomi khusus (otsus).

Dia meminta pihak terkait untuk mengelola dengan baik dan profesional potensi alam Aceh menjadi bahan jadi seperti potensi pertanian, perikanan, dan peternakan.

Ia juga berharap di Aceh hadir industri yang mendukung peningkatan kualitas produksi potensi Aceh guna memenuhi kebutuhan masyarakat Aceh sendiri.

Wali Nanggroe juga berharap agar potensi letak geografis Aceh yang sangat strategis di pintu barat Selat Malaka khususnya di jalur perdagangan laut dan penerbangan udara internasional dapat dimanfaatkan dengan baik.

Dalam pidatonya, Wali Nanggroe juga mengajak semua pihak untuk bersatu dan menghilangkan ego sosial yang membuat kotak-kotak dalam masyarakat.

“Persatuan merupakan kekuatan dalam memperkuat perdamaian dan membangun untuk menyejahterakan seluruh rakyat Aceh,” pesan Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al-Haytar.

Sementara itu, Wamen ATR/BPN, Raja Juli Antoni, dalam sambutannya meminta semua pihak terutama dari BPN Aceh untuk terus bahu-membahu menyelesaikan setiap masalah di Aceh, khususnya persoalan lahan untuk eks kombatan.

“Salah satu butir kesepahaman dalam MoU Helsinki adalah untuk mendapatkan lahan bagi mantan Kombatan GAM, tapol/napol, dan korban konflik.

Kami dari Kementerian ATR/BPN beserta seluruh perangkat kami di Aceh, tidak pernah berhenti dan tidak menunggu untuk memenuhi butir kesepahaman tersebut,” kata Wamen.

Pihaknya, sambung Raja Juli Antoni, akan terus berdiskusi dengan berbagai pihak agar butir kesepakatan terkait hak atas lahan segera bisa disajikan secara baik dan bermartabat.

Menurutnya, perdamaian harus terus menerus diisi dengan keterbukaan dan dialog yang pada ujungnya akan mendatangkan kesejahteraan.

“Perlu saya laporkan, hingga tahun 2021 sekitar 2.500 hektare lahan sudah kami sediakan untuk mantan kombatan, tapol/napol, amnesti, dan korban konflik di Aceh.

Hari ini (kemarin-red) kami kembali menyerahkan sertifikat untuk lahan seluas 2.

800 hektare sebagai bentuk komitmen Pemerintah Pusat yang diturunkan kepada kami,” pungkas Raja Juli Antoni.*

-----------

Simak berbagai berita pilihan dan terkini lainnya di Google News

Zonamedia.co - Terdepan & Terpercaya

Pos terkait