Editor: Ahmad Naufal Mukhtar
MALANG – Petani hutan dan para pendamping, tergabung dalam sekretariat bersama perhutanan sosial Jawa- Yayasan Kehutanan Indonesia, Yayasan Mitra Desaku Mandiri, Rejo Semut Ireng yang berasal dari 31 kabupaten di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mendatangi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar untuk menyatakan dukungan terhadap Peraturan Menteri No 39/2017 Tentang Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. (Rabu, 23/8/2017)
Dalam pertemuan tersebut petani menyampaikan fakta-fakta lapangan pengelolaan hutan di Jawa, seperti jual beli lahan garapan di kawasan hutan, pungli hasil pertanian petani di hutan, hingga konflik kawasan hutan. Praktik jual beli lahan garapan di kawasan hutan ini jamak terjadi sebagaimana disampaikan oleh perwakilan petani dari Boyolali, Kendal, Jombang, dan lain-lain. Praktik-praktik tersebut menyebabkan petani merasa terancam secara sosial ekonomi dalam mengambil manfaat ekonomi dari hutan mau pun melakukan pemulihan hutan.
Praktik tidak sehat tersebut menurut Siti Fikriyah dari Yayasan Kehutanan Indonesia,” menyebabkan hutan Jawa menjadi krisis ekologi karena tidak mampu memulihkan tutupan lahan, dan krisis secara sosial.” Sebagaimana diketahui, menurut Direktur Operasional Perum Perhutani Hari Prayitno, di Madiun 31/7/2017 bahwa luas kawasan hutan tanpa tutupan mencapai lebih dari 300.000 hektar dengan zona adaptif 800.000 hektar. Sementara itu menurut Prof San Afri Awang, guru besar kehutanan UGM di acara Jagongan Rimbawan, 20/8/2017, ” gini ratio petani terhadap pemanfaatan lahan saat ini hanya sekitar 0,2 ha, ini sebuah kondisi yang mengkhawatirkan. Di negara lain, penguasaan lahan produksi petani hanya 0,4 ha dapat memicu revolusi.”
Menyadari pentingnya dua isu utama yaitu krisis ekologi dengan luasnya lahannhutan tidak bertutupan alias gundul, di sisi lain kebutuhan lahan produksi petani di Jawa bagi kesejahteraan petani, maka pemerintah membuat kebijakan implementasi perhutanan sosial di wilayah hutan negara di Jawa yaitu di wilayah kerja Perum Perhutani.
Suroto, kades dari Malang menyebutkan dukungan penuh kepada permen 39/2017 serta mengharapkan pemberlakuan permen ini diperluas mencakup bukan hanya hutan yang gundul, namun juga pada hutan bertutupan. Kades Malang ini menginginkan perubahan pola bagi hasil pemanfaatan hutan, ia menuturkan “selama ini pembagian hasil perhutani kepada desa dan lmdh (lembaga masyarakat desa hutan) tidak adil, perhutani mendapatkan 30%, Bu Perhutani 5%, koperasi karyawan perhutani 20%, pemda 20% dengan potongan pajak 5%, lmdh 20% dengan pajak 2%, kecamatan 3% dan desa hanya 2%.”
Ira, salah satu ketua lmdh yang kini menjadi ketua kelompok usaha perhutanan sosial dari Rakutak menyampaikan perlunya pendampingan bagi petani hutan termasuk di dalamnya permodalan untuk menanami kembali hutan.
Sementara Cakarya dari Indramayu menyampaikan perlunya negara memberikan rasa aman bagi petani dalam memanfaatkan hutan bagi kehidupannya. “Kami pernah diusir dan dikejar anjing pelacak, petani tidak diperlakukan manusiawi.”
Tujuan utama program perhutanan sosial Presiden Joko Widodo, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar adalah “demokrasi sesungguhnya adalah hilangnya rasa takut. Perhutanan Sosial dimaksudkan Presiden untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memulihkan martabat petani hutan sebagai warga negara.” Lanjutnya, “perhutanan sosial ini adalah wujud negara hadir, negara akan memberikan pendampingan dan perlindungan kepada masyarakat petani hutan.”
Menurut Fikriyah, “respon petani terhadap P.39/2017 sedemikian cepat dan massif, karena Permen tersebut telah ditunggu lama oleh petani hutan.” Hal yang sama dituturkan oleh seorang perwakilan pendamping petani dari Blitar, Triono menceritakan bahwa petani dari desa Ringin Rejo kecamatan Wates pada tahun 2013 lalu pernah berjalan kaki menuju Jakarta menuntut penyelesaian konflik kawasan hutan. Sebagaimana diketahui konflik kawasan Ringin Rejo berasal dari tukar-menukar untuk pinjam pakai kawasan tambang PT Holcim di Tuban dengan lahan eks HGU PT Dwima Agung. Menurut Triono, permen 39/2017 memberi jalan keluar bagi penyelesaian konflik tersebut, “keluarnya Permen 39/2017 ini adalah hadiah dari Jokowi untuk petani.”
Di akhir acara, Menteri Siti menyatakan bahwa KLHK akan berkomitmen melanjutkan program perhutanan sosial, khususnya implementasi Permen 39/2017. (kya)
KAMARUDDIN KUYA