Kamaruddin Hasan
Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unimal
Ketua Aspikom Aceh
Dunia Digital termasuk didalamnya media baru, media sosial sedang bahkan sudah menghasilkan transformasi besar dalam peradaban kehidupan. Semua dapat terlibat di dalam jaringan dan mendapatkan kesempatan berkomunikasi, berinteraksi, berkolaborasi dan bertransaksi tanpa dibatasi secara geografis, ruang dan waktu. Dunia ibarat sebuah Gampong kecil, global village.
Dunia digital, telah mampu memproduksi dan melahirkan fenomena semakin menipisnya pembatas antara kebenaran dan kebohongan, kejujuran dan penipuan, fiksi dan nonfiksi dan itu yang kita sebut dengan fenomena post-truth. konten-konten bersifat post-truth ini mengakibatkan berubahnya perilaku dan gaya komunikasi serta karakteristik, terjebak dalam putaran rumit terjerumus sebagai kaum passengers, dikendalikan oleh konten-konten post-truth dunia digital.
Kita tidak bisa menghentikan setiap postingan konten bersifat post-truth tersebut. Tetapi kita tentu memiliki keterampilan untuk mengetahui sumber, fakta, dan opini sebagai kemampuan literasi dan adaptasi. Kita memiliki kemampuan untuk mengurangi dan membatasi konten-konten yang berbau hoax, radikalisme, ujaran kebencian, sparatisme, terorisme.
Kita memiliki kemampuan adaptasi dan membendung, konten-konten pasar kapitalisme neoliberal yang kurang mendidik, tidak berbobot yang memanjakan selera sesaat, yang terkesan membodohi dan telah mampu memperalat. Konten-konten tersebut jangan sampai mengubah perilaku menjadi konsumtif, bersifat instan, materialistisme, individualism. Perilaku yang lebih menikmati budaya pop, budaya menengah ke bawah dan hedonism tanpa daya kritis.
Mesti kita pahami bahwa, dunia digital tentu tidak bisa lepas dari kemajuan digitalisasi. Ibarat dua sisi mata uang, media digital tidak hanya memberikan banyak manfaat, tetapi juga mempunyai sisi negatif.
Dunia digital, dapat menjadi kekuatan baru sebagai daya fikir kritis, kreatif dan inovatif. Sebagai kekuatan baru cerminan berekspresi dalam bomunikasi. kekuatan baru dalam keberagaman, dalam nilai-nilai toleransi, dalam budaya dan peradaban baru. Menjadi kekuatan baru penguatan kearifan lokal, kekuatan baru dalam berdemokrasi. Menjadi kekuatan baru dalam fluralisme dan multikulturalisme. Kekuatan baru dalam menangkat paham radikalisme, ujaran kebencian, hoax, sparatisme dan teroisme. Menjadi kekuatan baru dalam pengambilan kebijakan dan jembatan bagi aspirasi. Sisi lain; dunia digital dapat juga menjadi ancaman bagi semua kekuatan diatas.
Ancaman dalam bentuk konten radicalism, hoax, ujaran kebencian, sparatisme dan terorisme di media social yang dapat menimbulkan pertentangan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Termasuk konten yang Anti Pancasila, kebhinnekaan, keberagaman, anti kesatuan, dan lain-lain.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai lembaga yang berurusan langsung dengan kebijakan penggunaan internet di Indonesia pun tak tinggal diam untuk membasmi berita hoaks di dunia maya. Kemenkominfo menggandeng Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital. Sebagian konten tersebut 20.453 telah mampu di blokir oleh Kominfo.
Konten-konten berbau radikalisme, hoax, ujaran kebencian, sparatisme dan terorisme merupakan suatu paham yang ditanamkan kepada seseorang maupun kelompok untuk melakukan perubahan social, budaya, ekonomi, agama dan politik secara ekstrem. Dampak lebih lanjut timbulnya perpecahan diantara masyarakat. Biasanya seseorang yang sudah mulai terpapar paham tersebut, akan mengalami perubahan keyakinan, perasaan, dan perilaku secara ekstrem.
Solusinya tentu memperkuat fondasi utama hidup pada nilai-nilai Agama yang kita jalankan. Mampu menciptakan keseimbangan intelektual, pengalaman dan spiritualitas dalam kesseharian. Memahami landasan filosofi dalam berkomunikasi, dengan dilandasi adab, etika dan keilmuan. Tujuan utama dalam berkomunikasi adalah melahirkan saling pengertian, terciptanya kebersamaan, lahinya keharmonisan, adanya kesejahtaraan jiwa. Mampu mengubah, memotivasi perubahan sikap perikaku menjadi bahagia.
Kita pahami bahwa, keberagaman dan keberagamaan suatu keniscayaan, berinteraksi atau berkomunikasi berbasis toleransi yang melahirkan kebersamaan. Sikap dalam menerima perbedaan, dengan pengakuan hak menghargai eksistensi orang Lain. Termasuk mengubah penyeragaman menjadi keragaman, dengan mendukung secara antusias terhadap perbedaan dan keragaman sebagai Ciptaan Allah SWT. Menerima eksistensi dan perbedaan suku bangsa lain sebagai anugerah rahmad dari Allah SWT. Menerima eksistensi kemanusiaan; bahwa manusia merupakan ciptaan Allah SWT yang memiliki kesamaan hak satu sama lain. Keragaman merupakan kekuatan, energi untuk membangun kebersamaan.
Penggunaan media digital mesti mampu melahirkan kepekaan, kecerdasan sosial dan berfikir kritis; kemampuan untuk dapat bereaksi cepat, tanggap dan peka atas situasi sosial budaya tertentu yang ada di lingkungan sekitar.
Selain keberagaman, pahami juga mengenai keberagamaan atau kehidupan beragama yang imbasnya pada tatanan sosial masyarakat. Keberagamaan mestinya menjadi solusi bagi persoalan umat dan bangsa. Agama menjadi solusi berbagai masalah_menjadi problem solver dalam konteks pelaku agama itu sendiri.
Selanjutnya, memahami, jadikan budaya dan kearifan lokal sebagai konten utama dalam media digital. Kearifan local sebagai cerminan tata cara hidup suatu masyarakat. Cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secara turun-menurun. Bentuk kearifan lokal dalam masyarakat bisa berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus.
Kearifan lokal muncul dari dalam masyarakat sendiri, disebarluaskan secara non-formal, dan dimiliki secara kolektif oleh masyarakat yang bersangkutan. Kearifan lokal juga dikembangkan selama beberapa generasi dan tertanam di dalam cara hidup masyarakat yang bersangkutan sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Bahwa Kearifan lokal itu, sanggup bertahan terhadap budaya luar. Mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. Memiliki kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli. Memiliki kemapuan mengendalikan. Sanggup memberi petunjuk pada perkembangan budaya.
Mendesak juga dilakukan dalam era digital saat ini adalah kebutuhan akan pendidikan penguatan karakter kebangsaan, wawasan kebangsaan, keberagaman, keberagmaan, nasionalisme, sejarah negara, nilai-nilai pancasila dan netiket untuk semua kalangan, utama generasi z dan milenial. Hal ini mesti menjadi persyaratan dan bukan pilihan.
Solusi lanjutan adalah kemampuan berkomunikasi yang cerdas; membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan dunia digital secara positif, kritis, inovatif dan kreatif di Era Industri 4.0. Menggunakan internet secara cerdas, positif, inovatif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitif untuk mengindentifikasi konten-konten negatif serta mencegah paparan dampak negatif bagi para pengguna dunia digital. Memproses berbagai informasi, memahami pesan, dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk hingga akhirnya membentuk pola pikir dan pandangan kritis, inovatif dan kreatif. Dengan merubah mindsed, dari Fixed Mindset / Saya Tidak Bisa Melakukan Hal Itu Ke Growth Mindset Akan Mengatakan Saya Akan Mencoba Terus.
Berkaitan dengan etika atau netiket dalam media digital sebagai tata cara dan tata krama beretika dalam dunia digital atau internet. Pahami empat prinsip dalam beretika digital; Pertama, kesadaran akan memiliki tujuan dalam mencari berita atau informasi. Kedua, integritas. Prinsip ini berkaitan dengan kejujuran, menyebarkan informasi yang sesuai fakta, waspada, dan sikap enggan memanipulasi data. Ketiga, kebajikan terkait penggunaan untuk tujuan kebermanfaatan dan kebaikan. Keempat, sikap tanggung jawab terhadap dampak dan akibat dari konten yang dibuat atau dibagikan. Bila diterapkan dengan baik dan benar, keempat prinsip itu dapat mencegah dan mengurangi penyebaran konten negatif.
Kita memiliki kewajiban untuk melawan dan mencegah penyebaran misinformasi; informasi yang tidak benar, disinformasi; ketika seseorang menyebarkan informasi padahal orang tersebut mengetahui bahwa berita tersebut tidak benar, dan malainformasi; yang berarti informasi dengan tujuan menjatuhkan pihak-pihak lain. Dalam berkomunikasi di ranah digital, mesti memiliki berbagai macam kecakapan. Bukan hanya dalam menggunakan perangkat digital atau aplikasi saja, melainkan cakap memahami konten yang dibuat dan cakap memproduksi konten yang bermanfaat. Kreator konten juga wajib memiliki kecakapan dalam mendistribusikan konten dan berpartisipasi untuk membuat ruang digital aman serta nyaman bagi semua pengguna. Tentu, menjadi warga negara digital yang Pancasilais dengan berpikir kritis dan bergotong royong memajukan kolaborasi untuk kampanye literasi digital. Semoga. (*)