DPR Asal Aceh Bungkam soal Banjir, Mau Datang Setelah Senujoh?

Muksalmina Akademisi Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh. Foto. Ist

ZONAMEDIA.CO | LHOKSEUMAWE – Lambannya respons negara terhadap bencana banjir yang melanda Aceh dan sejumlah wilayah Sumatera menuai kritik keras dari kalangan akademisi. Muksalmina, S.H.I., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, menyebut sikap pemerintah dan DPR RI khususnya wakil rakyat asal Aceh telah mencederai rasa keadilan korban yang hingga kini masih bergulat dengan penderitaan di tengah keterbatasan bantuan.

Menurut Muksalmina, yang paling menyakitkan bukan sekadar keterlambatan distribusi bantuan, tetapi diamnya wakil rakyat pada saat rakyat membutuhkan pembelaan politik.

“Yang menyedihkan bukan hanya bantuan yang terlambat, tetapi bungkamnya wakil rakyat kita di tingkat nasional. Sampai hari ini DPR RI perwakilan Aceh belum mengeluarkan satu pun pernyataan sikap. Publik pun bertanya: mereka mau datang setelah senujoh saja, atau nanti waktu pesta kawin aneuk baro sudah diundang?” ujar Muksalmina, Minggu (7/12/2025).

Ia menegaskan bahwa dalam negara hukum demokratis, parlemen seharusnya menjadi benteng pertama pembela kepentingan rakyat saat negara menghadapi krisis kemanusiaan. Namun yang terlihat justru sebaliknya: DPR tampak pasif, absen secara politik, dan gagal menjalankan fungsi pengawasan.

“Sikap diam DPR hari ini adalah potret rapuhnya fungsi representasi rakyat. Parlemen seolah kehilangan nyali untuk menekan pemerintah ketika rakyat sedang berada dalam situasi paling rentan,” katanya.
Muksalmina juga menyoroti absennya penetapan status darurat bencana sebagai akar persoalan lambannya pemulihan. Menurutnya, tanpa status hukum yang jelas, semua langkah penghitungan kerugian dan perencanaan pemulihan hanyalah rutinitas administratif tanpa dampak nyata bagi korban.

“Untuk apa sibuk mengalkulasi kerugian kalau status bencananya sendiri belum ditetapkan? Tanpa status darurat, anggaran tidak bisa digerakkan maksimal, rehabilitasi dan rekonstruksi tersendat, akhirnya semua berhenti sebatas laporan di meja birokrasi dan seremoni belaka,” tegasnya.

Lebih jauh, ia mengkritik kondisi politik nasional yang didominasi koalisi besar tanpa oposisi efektif, yang dinilainya telah melumpuhkan fungsi kontrol parlemen.

“Koalisi tanpa oposisi itu adalah kematian ruh demokrasi. DPR tidak lagi menggunakan senjata konstitusionalnya hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dalam tragedi banjir Sumatera ini, parlemen seolah kehilangan keberanian politik untuk menguji keseriusan pemerintah,” ujar Muksalmina.

Sebagai pengajar hukum tata negara, Muksalmina melihat pembiaran terhadap penderitaan korban sebagai tanda krisis tanggung jawab konstitusional.

“Ketika parlemen memilih bungkam, yang terendam bukan hanya rumah rakyat, tapi juga legitimasi wakil rakyat itu sendiri. Aceh seolah tak lagi memiliki suara kuat di Senayan,” ungkapnya.

Ia pun mendesak seluruh anggota DPR RI asal Aceh untuk segera menunjukkan keberpihakan nyata, bukan sebatas hadir dalam kunjungan simbolik yang terlambat.
“Kami tidak butuh kedatangan setelah semuanya selesai. Datanglah saat rakyat masih menderit bukan setelah senujoh. Itulah makna sejati menjadi wakil rakyat dalam negara hukum demokratis,” pungkas Muksalmina.

-----------

Simak berita pilihan dan terkini lainnya di Google News

Pos terkait