“Malam Ketika Maam Dewi Menolak Menyerah”

Oplus_131072

Banjir besar di penghujung tahun 2025 menciptakan pemandangan yang sulit dilupakan siapa pun yang mengalaminya. Kota berubah menjadi genangan air luas, jalan-jalan lumpuh, suara mesin kendaraan digantikan oleh gemerisik hujan dan degup cemas di dada perantau yang terjebak dalam ketidakpastian. Di tengah riuh gelombang kepanikan itu, tersembunyi sebuah kisah kecil bagi dunia, namun besar bagi mereka yang merasakannya.

Kisah itu milik Dewi Kumala Sari, atau yang akrab dipanggil Maam Dewi, seorang dosen Bahasa Inggris di Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh. Bukan relawan resmi, bukan siapa-siapa dalam struktur penanggulangan bencana. Tetapi malam itu, ia menjadi seseorang yang dicari, ditunggu, dan disyukuri kehadirannya oleh banyak mahasiswa yang bahkan tak pernah duduk di kelasnya.

Malam itu, lampu kota meredup seperti kehilangan harapan. Di dalam sebuah mobil yang berhenti di pinggir jalan, Maam Dewi duduk diam sambil menundukkan wajah. Air mata yang ia tahan seharian akhirnya jatuh juga. Di sampingnya, sang suami, Yusuf, hanya bisa menatap lirih. Mereka telah keluar masuk beberapa rumah sakit sejak siang. Membantu mahasiswa mencari kamar yang kosong, yang hampir mustahil, mengurus obat di saat antrean bahkan mengantar mereka pulang.

“Rasanya campur aduk… saya ingin menangis sekuatnya menyaksikan semua ini,” ucapnya pelan.

Yang membuatnya terenyuh bukan hanya kondisi mereka yang sakit atau kelaparan, tetapi kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka bahkan bukan mahasiswa bimbingannya. Beberapa hanya mengenalnya dari TikTok, dari video-videonya yang ringan, motivatif, dan terkadang lucu.

“Ironis ya… tapi malah itu yang membuat mereka percaya,” katanya sambil mengusap wajahnya yang basah, mencoba tertawa di antara sesak yang menumpuk.

Beberapa hari sebelum banjir mencapai titik terburuk, Maam Dewi sebenarnya sudah membantu dari jauh. Ia mentransfer uang dari kocek pribadinya untuk dibelikan makanan dan dibagikan kepada mahasiswa di sekitar kos. Awalnya hanya 10 sampai 12 orang yang menerima.

Namun kenyataan yang tersembunyi perlahan muncul. Ternyata, jumlah mahasiswa yang kelaparan jauh lebih banyak. Ada yang tak bisa menghubungi orang tua. Ada yang terjebak di lantai dua kos tanpa makanan. Ada yang kecemasannya lebih tinggi dari permukaan air yang naik perlahan.

“Waktu itu, Bukit Indah belum ada dapur umum. Sama sekali belum,” kenangnya.

Dan di situlah titik baliknya. Malam itu, ia merasa tak bisa hanya membantu lewat layar ponsel. Ia ingin melihat sendiri. Mengetuk pintu-pintu kos mahasiswa. Menyentuh kehidupan yang sedang menggigil di bawah hujan.

Di antara riuh banjir, banyak kisah tidak terdengar. Ada mahasiswa yang menahan lapar karena malu meminta bantuan. Ada yang demam tapi tak tahu harus menghubungi siapa. Ada yang hanya duduk memeluk lutut, berharap ada orang dewasa yang datang dan mengatakan, “Kamu aman.”

Maam Dewi datang tanpa banyak bicara. Tanpa rompi relawan namun hanya perempuan dengan jas hujan tipis dan langkah yang mantap meski kakinya gemetar menahan lelah. Ia mengetuk pintu demi pintu, memeriksa satu per satu wajah anak-anak perantau itu, memastikan mereka makan, memastikan mereka tidak sendirian.

Kadang, kemanusiaan memang tidak berisik. Tidak dramatis. Tidak butuh panggung. Di tengah gelap dan dingin yang menusuk, Maam Dewi akhirnya menjadi tempat bertanya, tempat berlari, tempat seluruh kepanikan ditumpahkan. Ia tidak pernah menolak. Tidak pernah berkata, “Saya lelah.” Padahal tubuhnya sudah memohon istirahat sejak sore.

Namun ada keyakinan di dalam dirinya yang terus menahan langkahnya tetap tegak: bahwa anak-anak itu membutuhkan seseorang. Dan jika bukan kita, siapa lagi bagi mereka hari ini?

Malam itu, Maam Dewi bukan hanya seorang dosen. Ia adalah rumah sementara bagi banyak anak yang tersesat dalam banjir. Seseorang yang memastikan mereka bertahan, bukan karena tugas, tetapi karena kasih sayang yang tidak pernah ia rencanakan, namun justru lahir pada saat yang paling genting. (Muchlis Gurdhum)

-----------

Simak berita pilihan dan terkini lainnya di Google News

Pos terkait