Oleh : Kamaruddin Hasan
Indonesia dengan keberagaman budaya, agama, suku, dan bahasa, menempatkan komunikasi damai yang efektif yang sangat krusial untuk menghindari kesalahpahaman dan pertikaian yang berpotensi memperuncing perpecahan bangsa. Kondisi ini menuntut urgensi komunikasi damai sebagai landasan utama dalam mengelola interaksi sosial di ruang digital agar terwujud keharmonisan kebangsaan dan mencegah eskalasi konflik sosial.
Indonesia dengan warisan budaya yang kaya dengan berbagai nilai kearifan lokal yang mendukung komunikasi damai, sebut saja nilai musyawarah untuk mufakat dan menghormati perbedaan yang sudah lama tertanam di berbagai komunitas. Mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam praktik komunikasi damai era digital dapat menjadi solusi efektif untuk menekan potensi konflik dan memupuk sikap empati serta saling pengertian di ruang maya.
Urgensi komunikasi damai era digitalisasi di Indonesia semakin nyata seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang masif dan penetrasi internet yang meluas dalam berbagai lapisan masyarakat. Digitalisasi membawa kemudahan akses informasi dan interaksi tanpa batas ruang dan waktu, namun juga menghadirkan tantangan besar dalam menjaga harmoni sosial dan memperkuat toleransi antarindividu maupun kelompok.
Komunikasi damai di era digitalisasi menuntut upaya bersama dalam membangun budaya komunikasi yang kritis, bijak, dan menghargai hak asasi manusia. Indonesia harus menempatkan komunikasi damai sebagai prioritas strategis dalam menghadapi transformasi digital agar teknologi benar-benar menjadi alat pemberdayaan yang mempersatukan, bukan memecah belah bangsa.
Era digitalisasi telah mengubah wajah komunikasi secara fundamental, terutama di Indonesia yang merupakan negara dengan populasi pengguna internet dan media sosial yang sangat besar. Berdasarkan survei terbaru, lebih dari 70% pengguna internet di Indonesia aktif di media sosial setiap hari, di mana interaksi daring seringkali diwarnai oleh ketegangan, penyebaran hoaks, dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik sosial.
Transformasi digital menghadirkan tantangan tersendiri dalam menjalankan komunikasi damai. Media sosial, yang seharusnya menjadi ruang berbagi informasi dan ide, saat ini sering menjadi arena konflik simbolik yang disebabkan oleh penyebaran informasi tidak terverifikasi dan ujaran kebencian. Oleh sebab itu, literasi digital damai menjadi sangat penting sebagai kemampuan individu untuk berkomunikasi secara etis, bijak, serta berorientasi pada harmoni sosial. Literasi ini mencakup sikap kritis terhadap konten yang diterima, penggunaan bahasa yang positif, serta penghargaan terhadap perbedaan pendapat tanpa merendahkan personal.
Era konvergensi media, di mana media digital dan media massa tradisional saling berpadu, kemampuan sumber daya manusia dan infrastruktur juga menjadi faktor penting. Media lokal dan komunitas harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini agar komunikasi damai tetap terjaga dan akses informasi tetap merata. Namun, tidak semua media lokal memiliki kesiapan yang memadai, terutama secara finansial dan teknis, sehingga diperlukan dukungan holistik dari berbagai pihak termasuk pemerintah dan masyarakat.
Komunikasi damai bukan sekedar teknik berbicara, melainkan sikap dan nilai yang menjiwai komunikasi itu sendiri. Menurut para pakar komunikasi, komunikasi damai menuntut kesadaran etis dan emosional yang tinggi, yang menyangkut penghargaan terhadap perbedaan dan pemahaman bahwa keragaman adalah kekayaan bukan ancaman.
Sekali lagi, Indonesia yang kaya akan keragaman agama, suku, dan budaya, komunikasi damai memiliki peran strategis untuk mencegah konflik dan membangun stabilitas sosial serta politik yang berkelanjutan. Dalam konteks politik misalnya, bahasa politik yang santun dan berorientasi pada kepentingan publik dapat memperkuat kepercayaan masyarakat kepada institusi sekaligus menurunkan eskalasi konflik politik.
Komunikasi damai dalam dunia digital mesti dibangun melalui kesadaran kolektif akan pentingnya etika berinternet, penghormatan terhadap perbedaan, dan penguatan nilai toleransi. Pemerintah, masyarakat sipil, serta platform teknologi perlu bersinergi untuk menciptakan ruang digital yang aman dan inklusif, melalui regulasi yang tepat, edukasi literasi digital, dan penyediaan mekanisme penyelesaian sengketa yang adil.
Selain itu, komunikasi damai berperan sebagai fondasi bagi pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Di tengah perkembangan teknologi yang cepat, masyarakat harus mampu memanfaatkan media digital sebagai sarana dialog dan kerja sama, bukan sebagai alat provokasi dan polaritas. Hal ini akan memperkuat persatuan bangsa dan mendukung terciptanya masyarakat digital yang beradab.
Figur nasional Indonesia seperti Gus Dur mengajarkan bahwa komunikasi damai harus diterapkan dengan semangat toleransi dan keadaban, yang menghargai perbedaan sebagai bagian dari identitas bangsa. Pendekatan dialog lintas agama dan budaya menurutnya sangat penting dalam menjaga persatuan Indonesia.
Teolog internasional Hans Küng, menegaskan bahwa perdamaian dunia berawal dari dialog dan komunikasi antarindividu dengan landasan saling menghormati dan memahami. Ia menekankan pentingnya komunikasi damai sebagai fondasi untuk membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis di tengah keberagaman.
Termasuk Paus Fransiskus juga menyuarakan pentingnya komunikasi yang berakar pada kasih dan kebenaran, yang dapat meredam konflik dan membangun jembatan antar kelompok yang berbeda. Gagasan ini sangat relevan dalam konteks digital di mana kata-kata yang disampaikan memiliki dampak sosial yang sangat luas dan cepat menyebar.
Untuk itu, urgensi komunikasi damai di era digitalisasi di Indonesia sangat nyata dan mendesak. Dengan jumlah pengguna media digital yang terus meningkat, komunikasi damai menjadi kunci dalam memelihara keharmonisan sosial, kesejahteraan jiwa, mengurangi konflik, dan membangun kepercayaan di masyarakat.
Termasuk, literasi digital damai, dukungan terhadap kesiapan media lokal, penerapan prinsip etika komunikasi, serta penguatan nilai kearifan lokal menjadi jalur utama yang harus ditempuh. Inspirasi dari para pakar multidisiplin keilmuan lokal, nasional dan internasional mampu memperkaya pendekatan ini dengan perspektif universal bahwa pentingnya komunikasi damai melalui proses introspeksi diri, tabayyun, dialog, toleransi, kasih sayang, integrasi budaya, kearifan lokal, nilai keagamaan dalam keberagaman sebagai dasar komunikasi damai era digitalisasi.




