Dosa Ringan yang Berujung Neraka: Saat Ghibah dan prasangka merusak Segalanya. kita Sering kali mendengar orang-orang berkata

“Cuma ngomongin sedikit kok.”
“Kan dia nggak dengar.”
“Fakta juga tuh…”
Kalimat-kalimat seperti ini sering kita dengar ringan di lisan, Tetapi bisa memberatkan
kita di timbangan akhirat nanti. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 11–12 adalah pengingat keras dari
Allah SWT bahwa dosa sosial seperti mencela, menggunjing, dan berprasangka buruk bisa
membawa kita menuju kehancuran,, bahkan ke neraka.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(١١)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ(١٢)

ِQS. Al-Hujurat ayat 11–12
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain
(karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang
mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak
bertobat, mereka itulah orang-orang zalim. Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak
prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah
ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu
merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha penyayang

Dalam ayat 11, Allah melarang kaum Muslim untuk saling mengejek atau memanggil
dengan gelar yang buruk, karena bisa jadi orang yang kita remehkan justru lebih mulia di sisiNya. Lalu, ayat 12 menggambarkan betapa kejinya ghibah, Bagaikan memakan daging mayat
saudaramu sendiri. Jijik bukan? Begitulah beratnya dosa ini di mata Allah.
Artikel ini mengupas dengan mendalam latar turunnya ayat, pandangan ulama, serta
alasan mengapa dosa-dosa “kecil” ini tidak boleh disepelekan. Bahkan jika yang dikatakan itu
benar, tetap haram hukumnya selama ia merusak kehormatan seseorang di belakangnya.
Kenapa Ini Penting?
Karena dosa sosial sering kali tidak terasa. Kita bisa shalat lima waktu, puasa, bahkan
sedekah, namun jika lisan kita menjadi alat untuk menyakiti, semua itu bisa sia-sia. Islam tidak
hanya bicara tentang hubungan dengan Allah, Tetapi juga dengan manusia. Karena tidak semua
luka bisa sembuh hanya dengan kata “maaf”, dan tidak semua dosa cukup ditebus dengan
istighfar , apalagi jika menyangkut kehormatan orang lain.
Pesan utama:
Perbuatan Ghibah, Mencela, dan Berprasangka buruk bukan hanya soal etika, mereka
adalah jalan pintas ke neraka. Jaga lisan, bersihkan hati, dan bangun ukhuwah di atas kasih
sayang. Karena ternyata, bukan dosa besar yang menjerumuskan kita, tapi dosa kecil yang tidak
kita sadari, yang terus kita ulang dan kita anggap sepele. Dan terkadang,justru dosa yang
dianggap ringanlah yang paling fatal akibatnya. Ghibah itu ringan di lisan, tapi berat di akhirat.
QS. Al-Hujurat ayat 11–12 mengajarkan kita jangan mengolok, mencela, atau membicarakan aib
saudara kita. Yuk jaga lisan. Karena kadang, neraka datang bukan dari maksiat besar… tapi dari
candaan kecil yang dilestarikan. “Jaga lisan, Jaga hati, Karena surga terlalu mahal untuk
dikorbankan demi obrolan ringan.”
Ideal moral yang terkandung dalam QS. Al-Hujurat ayat 11-12:
Menghormati sesama tanpa memandang status, suku, fisik dan kekurangan mereka;
Menghargai setiap orang tanpa membedakan status sosial, latar belakang, fisik, atau kekurangan
mereka merupakan bukti keimanan dan ketakwaan. Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia
berasal dari satu keturunan yang sama, yaitu Nabi Adam dan Hawa, sehingga yang membedakan
hanyalah tingkat ketakwaannya, bukan penampilan, suku, atau harta.(lailatul)

-----------

Simak berita pilihan dan terkini lainnya di Google News

Pos terkait